Kamis, 31 Mei 2012

ありがとう

ありがとう angga_blc アンガ Sungai ini mengalir pelan, tenang dan damai. Ia nyaman berada di sini. Berbaring di rerumputan, menghadap ke atas menatap angkasa dari balik rindangnya pohon yang bergoyang tertiup angin sore. Sejuk, seperti tanpa dosa. Inikah daratan Utopia itu? Pikirnya. Tapi sepertinya bukan. Daratan indah yang menghampar itu sebenarnya hanyalah hayalannya ketika bersama Geo. Ia sedang bersandar di bahu laki-laki itu. Bukan bersandar, tapi tertidur. "hei, ayo bangun". Suara laki-laki itu sambil menatap orang yang sedang tersandar di tubuhnya. "kita sudah hampir sampai,,". "eh, sampai? Oh, iya, maaf!". Kata-katanya tergagap. Mungkin ia kaget karena baru mendapati dirinya telah bersandar di bahu temannya. Ia segera memperbaiki posisi duduknya. "tidak apa-apa, selama kau tidak menjatuhkan liurmu di bahuku". Kata-kata itu disusulnya dengan senyuman yang indah. "aku tidak akan berliur saat tidur, aku orangnya cinta kebersihan, tahu". Sahut gadis berambut pirang itu. Lalu gadis itu segera membuka tas yang selalu berada di pangkuannya dari tadi. "ini". Katanya sambil menyodorkan sebungkus roti. "oh, terima kasih Yuu, aku memang sedang lapar". Gadis yang bernama Yuu itu hanya tersenyum. Ia mengeluarkan sebungkus roti lagi dari tasnya. Lalu menatap keluar jendela bis yang melaju pelan di antara pepohonan yang besar-besar. Pohon-pohon itu berbaris rapi di pinggiran jalan raya yang lengang. "sebaiknya kau segera memakan bagianmu sebelum bagianku habis". Kata-kata Geo memecah lamunan Yuu. "aku tak akan membiarkan hal itu terjadi". Yuu segera melahap roti itu bulat-bulat. "haha, kau seperti orang yang mau mati kelaparan". Gurau Geo. "ketahuilah, sudah dari kemarin malam aku belum makan". "pantas". Sahut Geo. "oh iya, sebenarnya kita jauh-jauh pergi ke kota itu untuk apa? Apa tujuanmu mengajakku?". Tanya Geo tiba-tiba. "aku harus bertemu seseorang, ada masalah yang harus aku selesaikan". Nadanya mulai sedikit cemas. "jangan-jangan, masalah yang itu". Geo menebak-nebak. "kau benar". Beberapa menit kemudian mereka sudah sampai di terminal. Terminal itu tampak sepi. Sangat lengang. Hanya ada beberapa penumpang yang sepertinya hanya penumpang jarak dekat. "makan?". Geo menawarkan. "kita harus cepat". "baiklah". Kemudian mereka mencari angkutan umum untuk mencapai sebuah alamat. Jalan Golden Gate nomor empat. Selama perjalanan di angkutan umum itu Yuu hanya diam. Ia merenung. "hanya untuk memastikan?". Tanya Geo pelan. "mungkin". Sahut Yuu ringan. Di dalam angkutan itu hanya ada lima orang, termasuk sang sopir. Suasananya sangat hening. Geo melihat arlojinya. Jam delapan tiga puluh menit. Itu berarti mereka sudah melakukan perjalanan selama sebelas jam. Geo sangat lelah karena tidak tidur semalaman. Ia menjaga Yuu yang tertidur di bahunya tadi malam. Terjaga semalaman memang tak baik untuknya. Maka kini, ia agak lemas. "Geo, kau lelah?". Tanya Yuu agak khawatir melihat sahabatnya yang tampak lemas. "sebentar lagi sampai". "tidak, aku baik". Jawab Geo sambil mengerjap. Suasana yang hening semakin menambah rasa kantuknya. "berhenti di sini pak,,". Suara Yuu memenuhi seisi mobil. "oh iya". Jawab sopir yang ramah itu. Kumisnya yang tebal itu tak sanggup menutupi aura keramahannya. Mobil berhenti di depan sebuah rumah. Rumah itu tidak terlalu mewah, tapi juga bukan rumah yang sederhana. Sekitar beberapa meter dari rumah itu ada sebuah gubuk kecil yang kelihatannya nyaman bagi Geo. Setelah Yuu memberikan beberapa lembar uang, ia mengajak Geo untuk masuk ke dalam rumah itu. "ah, kurasa tidak, kau harus menyelesaikannya sendiri. Jika aku ikut denganmu, mungkin masalahnya bisa bertambah besar". Geo menatap Yuu dalam-dalam sambil memegangi pundaknya. "tapi,,". "kau pasti bisa mengatasinya, aku akan menunggumu". Kata Geo memberi semangat. "dan aku berharap kau akan membawanya pulang". "kuharap". Dengan langkah yang berat, Yuu berjalan memasuki pagar rendah namun entah kenapa terlihat besar dan tinggi di matanya. Yuu menarik nafas dalam-dalam. Sekarang atau tidak selamanya, tekadnya. Ia mengetuk pintu itu. Tiga ketukan pertama; tak ada yang menjawab. Tiga ketukan kedua; masih tetap tanpa respon. Tiga ketukan ketiga; "ya,, tunggu sebentar". Itu suara wanita. Hah? Wanita. Apa yang,, Pintu terbuka perlahan. Sesosok wanita dengan kaos biru berdiri di hadapan Yuu. "maaf, anda siapa ya dan mencari siapa,,?". Tanyanya ramah. "oh, aku Yuu, aku mencari Len. Aku temannya". Yuu menjelaskan. "tapi maaf, suamiku sedang keluar. Mungkin sebentar lagi pulang, anda bisa menunggu di dalam kalau mau". Kata-katanya masih ramah. Apa katanya? Suami? Seperti ada yang pecah dalam dunia fantasi Yuu. Sebuah pesawat Air Force One telah jatuh di gunung Himalaya. Tubuhnya sedikit kaku. "oh baiklah, maaf". Ia berusaha terlihat tetap datar. "silakan". Wanita itu mempersilakan Yuu masuk. Ia mendudukkan Yuu di sebuah kursi panjang dengan meja oval rendah di depannya. "sebelumnya, ada keperluan apa anda dengan Len?". Tanya wanita itu mulai menyelidik. Gawat, aku belum memikirkan pertanyaan itu, pikir Yuu. "aku,,". Kalimatnya terpotong oleh suara ketukan pintu. Ia terselamatkan oleh siapapun yang baru datang itu. "oh, mungkin itu dia". Ucap wanita itu. "permisi". Dia? Len? Aku belum berpikir sejauh ini. Yuu terdiam. Seorang laki-laki jangkung memasuki rumah itu. "ada wanita yang mencarimu". Kata wanita itu memberi tahu. "oh, tamuku?". Suara itu, suara yang benar-benar dikenal Yuu. Tidak salah lagi, itu pasti Len. Laki-laki itu berjalan perlahan ke arah Yuu. "eh, Yuu?". Ia terperanjat melihat Yuu ada di hadapannya. "sedang apa di sini?". "tentu saja untuk menemuimu Len". Sahut Yuu. Sebenarnya ia gemetar, entah kenapa. "Freya, bisa tinggalkan kami berdua, ada hal penting yang mau kami bicarakan". Kata Len pada istrinya. "em, baiklah". Lalu wanita yang dipanggil Freya itu pergi memasuki ruangan rumah itu lebih dalam lagi. Sekarang tinggal Yuu dan Len di tempat itu. "sekarang bagaimana?". Tanya Len canggung. "entahlah, aku ke sini hanya ingin tahu keadaanmu". "darimana kau tahu alamatku?". Len menyelidik. "pamanmu, aku meminta salah seorang temanku untuk bertanya pada pamanmu, karena, jika aku yang bertanya langsung, pasti tidak akan diberi". Jelas Yuu. Entah bagaimana, Yuu merasa suasana di ruangan itu menjadi semakin sendu. Airmatanya mulai menetes. "a,aku merindukanmu". Yuu mulai tersedu-sedu. Dengan sigap Len segera duduk di samping Yuu, lalu memeluk gadis itu. "aku juga, tapi,,". Kalimat itu sulit dilanjutkannya. "Len, aku tadi bertanya-tanya, bagaiman bisa?". Suaranya semakin sendu. Len melepaskan pelukannya. Mereka berdua sendu. "orang tuaku yang menjodohkanku dengan Freya". Kata-kata itu seperti menusuk tajam dada Yuu. Hening sejenak. "baiklah, setidaknya aku tahu kau baik-baik saja di sini, aku harus pulang, ada yang menunggu". Yuu berusaha bersikap tegar. Ia langsung berjalan dengan cepat keluar. Menghindari ketakutan terburuknya. Berlari menjauh dari mimpi buruknya yang pernah terpikir dalam waktu tiga tahun terakhirnya. "Yuu,,,,!". Teriakan Len tak sanggup menghentikan langkah kaki Yuu. Freya keluar dari ruangan belakang. Mungkin kaget mendengar teriakan Len yang menggelegar itu. "ada apa Len?". Tanyanya. Yuu semakin mempercepat langkahnya. Ia berjalan keluar. Ia menghapus air matanya dengan gerakan cepat. Geo tidak kelihatan di manapun. Kemana pria itu? Yuu bertanya-tanya. Lalu ia berjalan menyusuri trotoar kecil di pinggir jalan. Di depannya ada sebuah gubuk kecil. "aku harus beristirahat terlebih dulu". Gumamnya pelan. Betapa terkejutnya Yuu. Ia mengerjap beberapa kali. Geo sedang tertidur lelap di tempat itu. Yuu menjatuhkan dirinya di samping Geo yang tertidur. Merasa ada yang bergerak, Geo terjaga. "eh, siapa?". Ia mengerjap beberapa kali. "oh, Yuu, kau sudah selesai? Mana dia?". "dia tidak akan kembali bersama kita". "oh". "sebaiknya kita pulang sekarang". "sekarang?". "iya, aku ingin segera tiba di rumah". "baiklah, jika itu maumu". Mereka menghentikan sebuah angkutan umum. Di dalam mobil angkutan itu kondisinya sama seperti di mobil angkutan sebelumnya. Hening. Bahkan di terminal mereka berdua masih saling tanpa suara. Geo tahu, saat ini Yuu sedang malas membicarakan masalahnya. Ia pasti akan bercerita jika ia memang menginginkannya. Yuu duduk menatap ke luar jendela bis yang melaju pelan di antara pepohonan besar. Melamun. "hei, bagaimana keadaanmu?". Geo memecah lamunan Yuu. "baik, sudah jauh lebih baik". Jawab Yuu. Itu karena kau menemaniku, menungguku. Yuu kembali menatap ke luar jendela. Langit diselimuti awan gelap pertanda akan hujan. Dan benar, hanya dalam hitungan detik, butiran-butiran besar air berjatuhan menghujam bis yang sedang melaju itu. "hei hujan, Geo". Bisik Yuu pada Geo. "e,,?". Ternyata Geo sedang tertidur. Ia tampak damai. Yuu menyukai itu, kedamaian. Sebuah goncangan kecil membuat Geo tersandar di bahu Yuu. "kau nyaman?". Gumam Yuu. Pria itu tetap terlelap. Sepertinya ia sangat kelelahan. "Geo, terima kasih". Ia menyandarkan pipinya di kepala Geo. Bis itu melaju pelan, rasa nyaman mengaliri diri Yuu. Ia pun ikut tertidur. angga_blc