Jumat, 27 Januari 2012

lahirnya HANUMAN

Kisah Kelahiran Hanuman
Oleh : Angga Ika W.

Resi Gautama yang sangat khusyuk dalam beribadah sedang bertapa di Gunung Sukendra. Karena kekhusyukannya dalam beribadah, ia dianugrahi sesosok bidadari cantik dari khayangan yang bernama Dewi Windradi. Kemudian dari pernikahan itu lahirlah tiga orang anak, yaitu Guwarsa, Guwarsi, dan Ratna Anjani. Waktu terus berlalu, anak-anak dari seorang Resi dengan bidadari itu semakin dewasa. Dan Dewi Windradi baru teringat pada sebuah Cupu, Cupu Manik Astagina, yang berisikan air kehidupan atau Tirta Perwitasari atau air permata mendung. Ia memiliki cupu itu karena ia pernah menjadi kekasih Bathara Surya atau Dewa Matahari. Hadiah itu di berikan karena Bathara Surya sangat mencintai Dewi Windradi. Dan Bathara Surya berpesan kepada Dewi Windradi agar ia tidak menunjukkan apalagi memberikan Cupu itu pada siapapun.
Dewi Windradi memberikan Cupu Manik Astagina itu kepada putrinya, yaitu Ratna Anjani. Kamudian secara tak sengaja Ratna Anjani mengangkat Cupu Manik Astagina itu ke arah matahari seketika ia melihat seisi jagad raya melalui Cupu Manik Astagina itu. Sayangnya kejadian itu dilihat oleh Guwarsa dan Guwarsi. Karena kejadian itu terjadilah perebutan antara tiga anak tersebut. Mendengar keributan itu, meledak-ledaklah amarah Resi Gautama. Sehingga ia mengutuk Dewi Windradi menjadi patung dan ditendangnya patung itu hingga jatuh di hutan Dandala, yang kemudian menjadi Telaga Sumala. Setelah itu Resi Gautama menendang Cupu Manik Astagina dan jatuh di negeri Ayodyapala yang kemudian menjadi Telaga Nirmana. Tanpa berpikir panjang Guwarsi dan Guwarsa mengejar ke arah jatuhnya Cupu Manik Astagina itu, dikuti oleh Ratna Anjani di posisi paling belakang. Guwarsi yang sampai lebih dahulu di Telaga Nirmana, Tanpa berpikir lagi langsung terjun kedalam telaga. Guwarsa tiba setelah itu langsung ikut terjun ke dalam telaga. Tak dikira-kira, mereka berdua menjadi kera. Belum mereka sadari apa yang terjadi pada diri mereka. Mereka saling melihat satu sama lain, dan saling mengolok-olok. Lalu akhirnya mereka sling melihat diri sendiri. Dan menyadari bahwa diri mereka telah berubah menjadi kera.
Lalu Guwarsa dan Guarsi hendak mengingatkan Ratna Anjani agar tidak menyentuh air telaga itu. Namun sudah terlambat, Ratna Anjani telah membasuh muka dengan air telaga itu, seketika itu pula Ratna Anjani berubah menjadi seekor kera. Karena menyesal dan kasihan, Resi Gautama memberikan beberapa cara agar mereka bisa kembali seperti semula. Guarsa dan Guarsi diberikan ilmu Danasona yang merupakan awal dari bala tentara peperangan yang berupa seratus ekor kera. Dan Ratna Anjani harus melewati rintangan yang sangat berat yakni bertapa dengan mengapungkan tubuhnya di sebuah telaga tanpa makan dan minum apapun, kecuali yang jatuh ke mulutnya.
Suatu saat ada seorang dewa yang jatuh cinta pada Ratna Anjani. Kemudian ia menjatuhkan sehelai daun, dan sampailah daun itu pada mulut Ratna Anjani. Lalu pada suatu malam, dengan diterangi oleh bulan purnama yang sangat terang, lahirlah seekor (mungkin seorang) bayi kera. Perut Ratna Anjani waktu itu bersinar sangat terang, mengalahkan sinar rembulan. Dan kemudian bayi kera itu diberi nama HANUMAN.

NB:
     Hanuman dijadikan anak angkat oleh para dewa sehingga ia memliki berbagai kesaktian.

drama

Ketika hujan turun
Adegan I:
          Di rumah: panggung pertunjukkan menggambarkan ruang tengah sebuah rumah yang sederhana dan kecil. Ada beberapa kursi kayu dan satu meja kecil bersandingan dengan tembok. Didalam ruangan ini terdapat tiga orang, satu laki-laki dan satu perempuan sebagai orang tua, serta satu laki-laki lagi sebagaianak. Dengan waktu sekitar ba’da ashar.
Bu Wage:   Yatno sudah besar. Apalagi inikan malam minggu. Mungkin dia punya  acara dengan teman-temannya. Atau mungkin dia sudah pacaran, pak. (dengan nada sedikit memanja berjalan kea rah Pak Wage).
Pak Wage:  Apalagi untuk pacaran. Kalau mau pacaran kerja dulu. Biar dia tidak minta uang pada bapaknya. Orang miskin kok pacaran. Dasar bocah nakal. (berjalan menghindari Bu Wage).
Bu Wage:   Tapi, kan sudah besar. Sudah wajar. Apa nggak boleh orang melarat pacaran? (ngeyel)
Pak Wage:  Tidak,,tidak,,tidak! (semakin keras) pokoknya tidak! Apalagi untuk pacaran. Aku (jeda) narik becak bukan untuk orang pacaran. Pokoknya tidak! Titik! (wajah Pak Wage memerah)
            Narrator:
Bu Wage yang mengalah bergegas meninggalkan Pak Wage. Lalu ia membawa ayam ke tetangga sebelahuntuk dijual. Lalu uang hasil penjualan itu diberikannya kepada Yatno. Setelah mendapatkan apa yang dia mau, Yatno pun segera pergi dengan dandanan yang rapid an sedikit bau wangi. Ketika Pak Wage tetap diam saat tahu ayamnya hilang seekor.
Hari menjelang maghrib, Pak Wage yang akan pergi mengayuh becak tidak menghiraukan Bu Wage yang sedang duduk-duduk menambal baju.
Pak Wage:            Dari pada cuma berdiam diri di rumah, lebih baik aku narik becak. (diucapkan dengan pelan dan wajah tanpa ekspresi)
Adegan II:
          Di serambi gedung bioskop: panggung menunjukkan di depan sebuah gedung yang di tengahnya terdapat lorong dengan tempat duduk berjajar-jajar disampingnya. Di ujunglorong terdapat sebuah jam, dan di dinding-dindingnya terdapat poster-poster film. Serta terdapat pos keamanan di bagian luar lorong.
                 Narrator:
Dan hujan pun mulai turun, di malam yang semakin larut. Seperti para tukang becak lainnya Pak Wage yang duduk-duduk di dalam becak, menunggu para penumpang keluar dari gedung bioskop, dengan ditemani sebatang rokok. Di saat hujan seperti ini, sebatang rokok terasa sangat berharga. Ia menimbang-nimbang rokok keduanya karena rokok pertamanya telah gabis.
Pak Wage:            Yah,,, hujan turun semakin deras saja.
Narrator:
Melihat beberapa tukang becak telah masuk ke ruang tunggu bioskop. Pak Wage pun ikut turun dan memasang tirai plastic di becaknya lalu ia berlari ke gedung bioskop. Ia dan beberapa tukang becak lain mondar-mandir melihat poster film. Harga karcis terasa begitu mahal untuk ukuran tukang becak
Pak Wage:  Hmmm,, kapan aku bias menonton film di bioskop ini?? Ahh,, masih baik aku bias melihat posternya.
Narrator:
Pintu teater satu dan tiga terbuka. Para penonton berduyun-duyun keluar. Terjadi tawar-menawar singkat. Tak ada yang tak kebagian penumpang. Masih ada teater dua dan empat yang belum bubar.
Tiga kali adegan Pak Wage mengantar penumpang.
Sudah tiga kali Pak Wage mengantar penumpang. Masih ada teater dua dan empat yang belum bubar.
Pak Wage:  Masih ada dua teater yang belum bubar,, berarti masih ada beberapa lembar ribuan yang akan masuk kantong. Aku harus bergegas,, (sambil mempercepat laju becaknya).
Sampailah Pak Wage di gedung bioskop lagi.
Pak Wage:  Becak mas,,? Kemana sih? (lansung bertanya).
Seorang:     Jalan Jal’an mas,,
Pak Wage:  Empat ribu saja mas.
Narrator:
Tanpa menawar, pasangan tersebut langsung naik. Setelah selesai mengantar pasangan itu Pak Wage berniat pulang. Tetapi hatinya masih ingin kembali ke gedung bioskop itu.
Di depan bioskop.
Si Gadis:             Ayo pulang,,!
Yatno:        Nanti saja kalau hujannya reda.
Si Gadis:             Sampai kapan?
Pak Wage tiba.
Si Gadis:             Itu becaknya sudah dating. Kalau mas nggak punya uang biar aku yang bayar (sambil menarik tangan Yatno ke arah Pak Wage)
Narrator:
Dengan sigap Pak Wage langsung membuka tirai plastic becaknya, dan pasangan itu langsung melompat ke dalam becak.
Pak Wage:  (sekilas melihat wajah pasangan itu). Yatno,,! (dengan bergumam, ia segera menguasai diri)
Si Gadis:    Kok diam saja mas?
Yatno:        Eggak apa-apa. (kikuk)
Si Gadis:    Marah yam as?
Yatno:        Enggak. (kikuk)
Si Gadis:    Ya jangan diam gitu dong,,!
Narrator:
Sambil mengayuh becak, Pak Wage tersenyum, ada perasaan bangga, namun ada kepedihan menusuk ketika melihat Yatno tidak mengenali bapaknya sendiri. Mungkin ia malu punya bapak tukang becak.

Kamis, 26 Januari 2012

sinopsis novel DiNG-DONG, Yudhistira ANM Massardi


Sinopsis
Novel DiNG DONG
Karangan Yudhistia ANM Massardi
Novel ini menceritakan tentang sebuah perjalanan ke Iran, dalam misi kesenian (Festival seni di Shiraz, Iran). Mungkin novel ini lebih mirip laporan perjalanan, karena penceritaannya yang detail mulai dari persiapan sampai pulangnya rombongan dari Iran.
Kisah ini dimulai dari diajaknya Palgunadi (tokoh utama, alias Yudhis) oleh Sardono W. Kusumo (seorang koreografer) untuk ikut ke Iran dalam rangka mengikuti festival kesenian di Shiraz. Sudah barang tentu ia akan meninggalkan ranjang tidurnya agak lama, yaitu sekitar dua bulan. Palgunadi yang diajak ke luar negeri itu memberi tahu bosnya (Palgunadi itu seorang wartawan) dan juga kekasihnya , Putri ( masih pelajar), kalau ia akan pergi beberapa bulan, Putri yang diberi tahu seperti itu akhirnya bersedih. Tak tahan melihat Putri bersedih, Palgunadi pun akhirnya berjanji sebelum ia berangkat ia akan berpamitan terlebih dahulu.
                Di luar dugaan, ternyata keberangkatan Palgunadi dipercepat (ke Bali untuk mengurus segala persiapan). Dipercepatnya keberangkatan itu dilaporkan Palgunadi kepada bosnya, yang diteruskan dengan acara berpamitan dengan teman-temannya (dia lupa berpamitan pada Putri). Kemudian ia pergi ke rumah Sardono. Baru ketika di rumah Sardono, Palgunadi ingat bahwa ia belum berpamitan kepada Putri. Ia pun langsung minta izin kepada mas Sardono untuk ke rumah Putri terlebih dahulu (diizinkan). Di rumah Putri, Palgunadi masih menunggu kepulangan kekasihnya itu dari sekolah, sampai geram. Akhirnya, waktu Putri dating, ia langsung diomeli, dimarahi, dicaci, dimaki habis-habisan oleh Palgunadi. Putri tidak terima, karena sudah terlalu capek untuk beradu caci maki, ia pun melenyapkan diri ke dalam rumah (kunci pintu). Diperlakukan seperti itu, Palgunadi semakin gusar. Lantas ia langsung amblas ke rumah Sardono.
                Dari rumah Sardono, Palgunadi, Trisapto, dan tentu saja pak Sardono pergi ke Bali. Lewat jalur udara (sebenarnya, sebenarnya  Putri bersedih atas kepergian Palgunadi). Ada yang sedikit disayangkan Palgunadi, yaitu ia tidak mendapat cium perpisahan dari Putri, (hhmm). Setelah pesawatnya mendarat, mereka langsung ke Denpasar, ke rumah Made Netra. Tapi ternyata Netra sudah pergi. Akhirnya Palgunadi dkk langsung menyusul ke Teges Kanginan (di Teges pak Sardono punya nama lain, pak Agung).
                Sewaktu di Bali, Palgunadi memiliki dua cinta, yaitu Etna (penari legong-gadis Bali tulent-hitam manis-anak pak Sudra) dan Gusti (turis-anak orang Padang x inggris-tidak terlalu tinggi untuk ukuran bule). Kalau Etna, Palgunadi kecantolnya pas Etna manggung nari dan kalau Gusti, jatuhnya waktu Gusti datang mencari pak Sardono. Kisah cinta Palgunadi pun dimulai lagi (Palgunadi itu buaya, asal suka, tak peduli sudah punya, digarap saja!).
                Wanita yang berhasil belang Palgunadi adalah Etna, Etna yang mendengar desas-desus hubungan Palgunadi dengan Gusti merasa sakit, sakit sakali. Tidak hanya mendengar, sebelumnya Etna juga pernah melihat mereka berdua berjalan bersama, , tetapi waktu itu belum ada pikiran kalau mereka ada hubungan. Dikiranya, Cuma teman semata. Yach ! bodoh kau Palgun.
                Saat keberangkatan menuju Iran pun tiba, namun Etna yang ikut ekspedisi itu ,masih tidak betah dengan Palgunadi. Tapi Palgunadi tidak terlalu memperhatikan itu, karena ia harus mengurusi surat-surat untuk tujuh puluh orang yang ikut ke Iran.
                Pesawat pun terbang meninggalkan bvumi pertiwi. Dalam perjalanan itu, semua orang Teges terkapar tak berdaya, lemas, sehingga Palgunadi dan Benni harus berkeliling membagikan obat-obatan dan kantong plastic. (o. ya ketika pesawat akan berangkat , Palgunadi mendapat kiss me good bye dari Gusti disaksikan oleh Etna). Setelah terbang beberapa jam, pesawat mendarat di Bombay untuk isi bahan bakar. Di India itu, perut-perut orang Teges semakin memual, menjadi-jadi, ingin muntah.
                Dua belas jam mengangkasa sudah,pesawat pun sampai di Shiraz. (panas,,,,! Hari pertama). Begitu sampai di asrama, orang-orang Teges langsung buka pakaian (saking panasnya) dan nongkrong di teras atau di bawah pohon menunggu angin lewat. Makan malam pertama, di rumah makan besar bertingkat, dengan bau tak sedap, menyebabkan seluruh anggota rombongan sepakat untuk tidak makan. Dst.
                Etna sakit (tentu saja ada di kamarnya). Palgunadi yang menjabat sebagai palang merah diberi tahu Warsi (penari legong) untuk memberikan obat kepada Etna. (haseg-haseg). Palgunadi yang sudah menggenggam obat ragu untuk memasuki kamar Etna. Ia takut. Tapi ia pun akhirnya masuk juga. Etna terpejam terbaring di ranjangnya. Dan ternyata disitu tidak ada Warsi, ia sudah lenyap. Mereka tinggal berdua, (haduch,,, gawat). Takut dikira ngapa-ngapain, pintu langsung ditutup, (tambah bahaya). Singkat saja, Palgunadi mencium kening, pipi, dan bibir Etna yang masih terpejam ( yang bibir lumayan lama), sampai akhirnya Etna terbangun. (pada setiap pacarnya Palgunadi pasti pernah berciuman bibir-jangan ditiru-seperti dengan Putri, Gusti, dan juga Etna)
                Dalam keadaan yang seperti itu, Palgunadi langsung kelabakan, (habislah kau Palgun). Tapi Etna yang pusing hanya berkata “ aku pusing, minta pil”, wajahnya pucat. Palgunadi langsung memberikan obat yang diminta Etna. Palgunadi sambil mendoakan, hidungya didekatkan ke pipi Etna, hendak disentuhkan. Tapi Etna segera mendorongnya, Palgunadi menciut.
                Hari-hari di Iran itu penuh dengan kemualan. Ya seperti itulah, (langsung saja ya,,?) . pembukaan festival yang dihadiri ratu Farah Diba (shahbanu) akhirnya dimulai dengan penampilan tari Cak. Setelah berakhir. Ratu itu menyalami sikecil Badung (penari pembawa obor) lalu mencium pipinya. Melihat itu, Palgunadi iri bukan main, ( haduch,,).
                Hari berikutnya di Jahanema itu, tari Barong juga sukses. Tapi dalam tari Barong itu Palgunadi hampir membuat kesalahan yang fatal. Palgunadi yang ditugasi memimpin barisan pembawa umbul-umbul dan pedupaan bergerak sebelum waktunya. Sebenarnya kesalahan terletak pada Sardono. Yang salah mengucapkan antara masuk dengan keluar. Tapi kesalahan tetap tertuju pada Palgunadi. (untungnya kesalahan itu bisa ditanggulangi). Palgunadi terkapar.
                Hari-hari terakhir di Iran. Palgunadi hanya murung. Muncul Azhade (guide) untuk menghibur. Semangat Palgunadi bangkit kembali oleh wanita cantik. Azhade berjanji akan menemani Palgunadi untuk beberapa hari terakhir ini.( Palgunadi sumringah). Hari-hari berikutnya dilalui Palgunadi dengan Azhade, penuh cinta dan ciuman.(tuh kan, Palgunadi suka ciuman). Pulang--.
                (langsung sesampainya di Indonesia). Palgunadi yang sudah lelah, langsung turun. Di airport ia langsung masuk ke kotak telepon. Ia menelepon Putri. Tetapi ternyata yang mengangkat telepon itu bukan Putri, Palgunadi sempoyongan.
                (bagian akhir cerita) Palgunadi pergi menuju rumah Putri. Ia menumoahkan segala kerinduannya di lutut Putri. Tapi seluruh kata-katanya hanya dibalas “aku sudah punya kekasih, aku sudah samenleven” (Duuaaarrrr,,,!). Palgunadi gemetar, langit kelap-kelap, dan bumi? Semua orang tahu sendiri,,!
Angga Ika W.
Si amatir
BLC