Kamis, 31 Mei 2012

ありがとう

ありがとう angga_blc アンガ Sungai ini mengalir pelan, tenang dan damai. Ia nyaman berada di sini. Berbaring di rerumputan, menghadap ke atas menatap angkasa dari balik rindangnya pohon yang bergoyang tertiup angin sore. Sejuk, seperti tanpa dosa. Inikah daratan Utopia itu? Pikirnya. Tapi sepertinya bukan. Daratan indah yang menghampar itu sebenarnya hanyalah hayalannya ketika bersama Geo. Ia sedang bersandar di bahu laki-laki itu. Bukan bersandar, tapi tertidur. "hei, ayo bangun". Suara laki-laki itu sambil menatap orang yang sedang tersandar di tubuhnya. "kita sudah hampir sampai,,". "eh, sampai? Oh, iya, maaf!". Kata-katanya tergagap. Mungkin ia kaget karena baru mendapati dirinya telah bersandar di bahu temannya. Ia segera memperbaiki posisi duduknya. "tidak apa-apa, selama kau tidak menjatuhkan liurmu di bahuku". Kata-kata itu disusulnya dengan senyuman yang indah. "aku tidak akan berliur saat tidur, aku orangnya cinta kebersihan, tahu". Sahut gadis berambut pirang itu. Lalu gadis itu segera membuka tas yang selalu berada di pangkuannya dari tadi. "ini". Katanya sambil menyodorkan sebungkus roti. "oh, terima kasih Yuu, aku memang sedang lapar". Gadis yang bernama Yuu itu hanya tersenyum. Ia mengeluarkan sebungkus roti lagi dari tasnya. Lalu menatap keluar jendela bis yang melaju pelan di antara pepohonan yang besar-besar. Pohon-pohon itu berbaris rapi di pinggiran jalan raya yang lengang. "sebaiknya kau segera memakan bagianmu sebelum bagianku habis". Kata-kata Geo memecah lamunan Yuu. "aku tak akan membiarkan hal itu terjadi". Yuu segera melahap roti itu bulat-bulat. "haha, kau seperti orang yang mau mati kelaparan". Gurau Geo. "ketahuilah, sudah dari kemarin malam aku belum makan". "pantas". Sahut Geo. "oh iya, sebenarnya kita jauh-jauh pergi ke kota itu untuk apa? Apa tujuanmu mengajakku?". Tanya Geo tiba-tiba. "aku harus bertemu seseorang, ada masalah yang harus aku selesaikan". Nadanya mulai sedikit cemas. "jangan-jangan, masalah yang itu". Geo menebak-nebak. "kau benar". Beberapa menit kemudian mereka sudah sampai di terminal. Terminal itu tampak sepi. Sangat lengang. Hanya ada beberapa penumpang yang sepertinya hanya penumpang jarak dekat. "makan?". Geo menawarkan. "kita harus cepat". "baiklah". Kemudian mereka mencari angkutan umum untuk mencapai sebuah alamat. Jalan Golden Gate nomor empat. Selama perjalanan di angkutan umum itu Yuu hanya diam. Ia merenung. "hanya untuk memastikan?". Tanya Geo pelan. "mungkin". Sahut Yuu ringan. Di dalam angkutan itu hanya ada lima orang, termasuk sang sopir. Suasananya sangat hening. Geo melihat arlojinya. Jam delapan tiga puluh menit. Itu berarti mereka sudah melakukan perjalanan selama sebelas jam. Geo sangat lelah karena tidak tidur semalaman. Ia menjaga Yuu yang tertidur di bahunya tadi malam. Terjaga semalaman memang tak baik untuknya. Maka kini, ia agak lemas. "Geo, kau lelah?". Tanya Yuu agak khawatir melihat sahabatnya yang tampak lemas. "sebentar lagi sampai". "tidak, aku baik". Jawab Geo sambil mengerjap. Suasana yang hening semakin menambah rasa kantuknya. "berhenti di sini pak,,". Suara Yuu memenuhi seisi mobil. "oh iya". Jawab sopir yang ramah itu. Kumisnya yang tebal itu tak sanggup menutupi aura keramahannya. Mobil berhenti di depan sebuah rumah. Rumah itu tidak terlalu mewah, tapi juga bukan rumah yang sederhana. Sekitar beberapa meter dari rumah itu ada sebuah gubuk kecil yang kelihatannya nyaman bagi Geo. Setelah Yuu memberikan beberapa lembar uang, ia mengajak Geo untuk masuk ke dalam rumah itu. "ah, kurasa tidak, kau harus menyelesaikannya sendiri. Jika aku ikut denganmu, mungkin masalahnya bisa bertambah besar". Geo menatap Yuu dalam-dalam sambil memegangi pundaknya. "tapi,,". "kau pasti bisa mengatasinya, aku akan menunggumu". Kata Geo memberi semangat. "dan aku berharap kau akan membawanya pulang". "kuharap". Dengan langkah yang berat, Yuu berjalan memasuki pagar rendah namun entah kenapa terlihat besar dan tinggi di matanya. Yuu menarik nafas dalam-dalam. Sekarang atau tidak selamanya, tekadnya. Ia mengetuk pintu itu. Tiga ketukan pertama; tak ada yang menjawab. Tiga ketukan kedua; masih tetap tanpa respon. Tiga ketukan ketiga; "ya,, tunggu sebentar". Itu suara wanita. Hah? Wanita. Apa yang,, Pintu terbuka perlahan. Sesosok wanita dengan kaos biru berdiri di hadapan Yuu. "maaf, anda siapa ya dan mencari siapa,,?". Tanyanya ramah. "oh, aku Yuu, aku mencari Len. Aku temannya". Yuu menjelaskan. "tapi maaf, suamiku sedang keluar. Mungkin sebentar lagi pulang, anda bisa menunggu di dalam kalau mau". Kata-katanya masih ramah. Apa katanya? Suami? Seperti ada yang pecah dalam dunia fantasi Yuu. Sebuah pesawat Air Force One telah jatuh di gunung Himalaya. Tubuhnya sedikit kaku. "oh baiklah, maaf". Ia berusaha terlihat tetap datar. "silakan". Wanita itu mempersilakan Yuu masuk. Ia mendudukkan Yuu di sebuah kursi panjang dengan meja oval rendah di depannya. "sebelumnya, ada keperluan apa anda dengan Len?". Tanya wanita itu mulai menyelidik. Gawat, aku belum memikirkan pertanyaan itu, pikir Yuu. "aku,,". Kalimatnya terpotong oleh suara ketukan pintu. Ia terselamatkan oleh siapapun yang baru datang itu. "oh, mungkin itu dia". Ucap wanita itu. "permisi". Dia? Len? Aku belum berpikir sejauh ini. Yuu terdiam. Seorang laki-laki jangkung memasuki rumah itu. "ada wanita yang mencarimu". Kata wanita itu memberi tahu. "oh, tamuku?". Suara itu, suara yang benar-benar dikenal Yuu. Tidak salah lagi, itu pasti Len. Laki-laki itu berjalan perlahan ke arah Yuu. "eh, Yuu?". Ia terperanjat melihat Yuu ada di hadapannya. "sedang apa di sini?". "tentu saja untuk menemuimu Len". Sahut Yuu. Sebenarnya ia gemetar, entah kenapa. "Freya, bisa tinggalkan kami berdua, ada hal penting yang mau kami bicarakan". Kata Len pada istrinya. "em, baiklah". Lalu wanita yang dipanggil Freya itu pergi memasuki ruangan rumah itu lebih dalam lagi. Sekarang tinggal Yuu dan Len di tempat itu. "sekarang bagaimana?". Tanya Len canggung. "entahlah, aku ke sini hanya ingin tahu keadaanmu". "darimana kau tahu alamatku?". Len menyelidik. "pamanmu, aku meminta salah seorang temanku untuk bertanya pada pamanmu, karena, jika aku yang bertanya langsung, pasti tidak akan diberi". Jelas Yuu. Entah bagaimana, Yuu merasa suasana di ruangan itu menjadi semakin sendu. Airmatanya mulai menetes. "a,aku merindukanmu". Yuu mulai tersedu-sedu. Dengan sigap Len segera duduk di samping Yuu, lalu memeluk gadis itu. "aku juga, tapi,,". Kalimat itu sulit dilanjutkannya. "Len, aku tadi bertanya-tanya, bagaiman bisa?". Suaranya semakin sendu. Len melepaskan pelukannya. Mereka berdua sendu. "orang tuaku yang menjodohkanku dengan Freya". Kata-kata itu seperti menusuk tajam dada Yuu. Hening sejenak. "baiklah, setidaknya aku tahu kau baik-baik saja di sini, aku harus pulang, ada yang menunggu". Yuu berusaha bersikap tegar. Ia langsung berjalan dengan cepat keluar. Menghindari ketakutan terburuknya. Berlari menjauh dari mimpi buruknya yang pernah terpikir dalam waktu tiga tahun terakhirnya. "Yuu,,,,!". Teriakan Len tak sanggup menghentikan langkah kaki Yuu. Freya keluar dari ruangan belakang. Mungkin kaget mendengar teriakan Len yang menggelegar itu. "ada apa Len?". Tanyanya. Yuu semakin mempercepat langkahnya. Ia berjalan keluar. Ia menghapus air matanya dengan gerakan cepat. Geo tidak kelihatan di manapun. Kemana pria itu? Yuu bertanya-tanya. Lalu ia berjalan menyusuri trotoar kecil di pinggir jalan. Di depannya ada sebuah gubuk kecil. "aku harus beristirahat terlebih dulu". Gumamnya pelan. Betapa terkejutnya Yuu. Ia mengerjap beberapa kali. Geo sedang tertidur lelap di tempat itu. Yuu menjatuhkan dirinya di samping Geo yang tertidur. Merasa ada yang bergerak, Geo terjaga. "eh, siapa?". Ia mengerjap beberapa kali. "oh, Yuu, kau sudah selesai? Mana dia?". "dia tidak akan kembali bersama kita". "oh". "sebaiknya kita pulang sekarang". "sekarang?". "iya, aku ingin segera tiba di rumah". "baiklah, jika itu maumu". Mereka menghentikan sebuah angkutan umum. Di dalam mobil angkutan itu kondisinya sama seperti di mobil angkutan sebelumnya. Hening. Bahkan di terminal mereka berdua masih saling tanpa suara. Geo tahu, saat ini Yuu sedang malas membicarakan masalahnya. Ia pasti akan bercerita jika ia memang menginginkannya. Yuu duduk menatap ke luar jendela bis yang melaju pelan di antara pepohonan besar. Melamun. "hei, bagaimana keadaanmu?". Geo memecah lamunan Yuu. "baik, sudah jauh lebih baik". Jawab Yuu. Itu karena kau menemaniku, menungguku. Yuu kembali menatap ke luar jendela. Langit diselimuti awan gelap pertanda akan hujan. Dan benar, hanya dalam hitungan detik, butiran-butiran besar air berjatuhan menghujam bis yang sedang melaju itu. "hei hujan, Geo". Bisik Yuu pada Geo. "e,,?". Ternyata Geo sedang tertidur. Ia tampak damai. Yuu menyukai itu, kedamaian. Sebuah goncangan kecil membuat Geo tersandar di bahu Yuu. "kau nyaman?". Gumam Yuu. Pria itu tetap terlelap. Sepertinya ia sangat kelelahan. "Geo, terima kasih". Ia menyandarkan pipinya di kepala Geo. Bis itu melaju pelan, rasa nyaman mengaliri diri Yuu. Ia pun ikut tertidur. angga_blc

Jumat, 27 April 2012

cerpen- SAD ANGEL

-Sad - angga_blc Sad_angel Dunia masih terlalu awal untuk dijadikan tempat pertarungan melawan kekejaman. Dunia belum siap untuk sesuatu yang besar, termasuk untuk memiliki pemikiran tentang arti sebuah keadilan. Ia masih terlalu muda. Ia tidak bisa melakukan apapun. Ia pasrah pada keadaan. Lemah, tak berdaya. Dunia selalu bersifat acuh pada setiap permasalahan. Mungkin itu hanya sebuah pengalihan perhatian atas ketakutan dunia untuk menerima kenyataan. Kenyataan bahwa ia belum siap untuk apapun. Jam menunjukkan pukul tiga sore. Vera masih menunggu dan masih menunggu. Sudah satu jam penantiannya. Menantikan sebuah bis untuk lewat di depannya. Wajahnya semakin pucat. Ia sudah tak sabar ingin segera pulang. Gadis putih mulus itu sudah kecapean membawa setumpukan tugas di dalam tasnya. Tugas-tugas itu berjejalan, berdesakan, dan memaksa untuk segera dikerjakan. Mereka seperti anjing-anjing yang menggonggongi majikannya sendiri. Membangkang. "Vera,,! Ayo,,! Aku antar, dari pada nungguin bis. Bisa kemalaman kamu,,". Ajak Sandi. "oh,, nggak usah, aku nggak nunggu bis, ibuku yang mau jemput". Vera berbohong. Ia tidak mau terlihat bersama-sama dengan seorang berandal bersepeda modifikasi nggak karuan. Itu bisa menjatuhkan harga dirinya. Meskipun bisa dibilang bahwa Sandi lumayan tampan dibandingkan teman-teman Vera di sekolah, tapi itu tidak bisa menutupi sifat premanismenya. "bener nih?? Nggak mau aku antar". Tanya Sandi sekali lagi. "iya,,". "ya udah, kalau gitu aku duluan ya,,". Sandi tersenyum. "iya,,". Vera juga membalasnya dengan senyuman. Sebuah senyum yang sangat dipaksakan. Membuat pipi-pipi manisnya kesakitan. Biarpun Sandi seorang berandal, Vera masih tetap menganggapnya sebagai seorang teman. Dan dia tak mau menyakiti hati seorang teman. Jadi ia korbankan bibirnya untuk tersenyum. Bis bertuliskan "Kurnia Abadi" berhenti di depannya. Hatinya lega. "akhirnya,, bisa pulang". Vera bersyukur. "eh,, adik ini,, pulang sore lagi ya,,?". Tanya sopir bis ramah. "iya pak,,". Jawab Vera. Bis itu sepi penumpang, hanya ada beberapa anak SMP dan beberapa mahasiswa yang mungkin saja baru selesai mengerjakan tugas kelompok. Bis yang ditumpangi Vera tampak hening. Tak tampak gairah semangat. Yang tampak hanyalah wajah-wajah lusuh orang-orang pemakai seragam sekolah. Bahkan ada yang tertidur. Pasti karena sangat kelelahan. Ia memandang jauh keluar jendela bis, mencoba menerawang apa yang ada di balik awan senja yang semakin menjadi malam. Membayangkan sebuah keajaiban terjadi di langit yang jauh itu. Seperti kemunculan seorang Superman untuk menggendongnya, membawanya pulang ke rumah dengan selamat. Tapi ia masih dalam batas kesadaran diri. Ia kembali behayal. Mencoba mengubah bentuk awan-awan menjadi seraut wajah pangeran tampan, yang menunggangi seekor Pegasus-kuda terbang dalam legenda Yunani-. Gagah dan perkasa. Tiba-tiba bis terguncang tak karuan. Ternyata sopir bis baru saja mengerem secara mendadak. Mengacaukan isi bis yang hanya terisi seperempat bagian. Seseorang bertanya, "ada apa?". Sopir bis tak menjawabnya. Ia tampak tertegun. Melihat sesuatu berada di depan bisnya. "mungkinkah ia menabrak seseorang??". Vera menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi. Ada sesuatu yang bersinar di depan bis. Cahaya biru muda. Entah apa itu. Orang-orang langsung menggerombol merangsek maju berusaha melihat apa yang disaksikan oleh sopir bis. "itu,, apa itu??". Seorang anak bertanya. "seperti sebuah kalung,,". Seorang lainnya menebak. "lihat,,! Benda itu bercahaya,,". Sahut seorang lainnya lagi. Vera hanya bisa melihat pantulan cahaya itu dari belakang. Tapi tiba-tiba rasa ingin tahunya muncul. Ia berusaha maju melewati orang-orang. Bis semakin terasa berat pada bagian depan. Setelah berhasil menyusup di antara para curious itu. Ia melongokkan kepalanya. Ia tertegun. Sebuah kalung seperti kristal, mengambang di udara, dan memancarka sinar biru yang sedikit menyilaukan mata. "wwaoow,,". Hanya itu kata yang bisa terlontar dari bibir manisnya saat melihat kejadian ajaib yang dilihatnya secara langsung. "ini bukan film kan,,?". Setelah beberapa saat. Liontin itu bergetar, seperti terguncang oleh sesuatu. Kemudian lenyap. "dik,, dik,, maaf dik, sudah sampai,,". Sopir bis membangunkan Vera dari tidurnya. Ia sangat lelah sampai-sampai ia tertidur. "eh,, o,, i,, iya pak,,". Kata Vera sambil menggosok-gosok matanya. Ia melangkahkan kaki keluar bis dengan sedikit terheran-heran. "ternyata mimpi, hanya mimpi. Tapi tampak begitu nyata". Ia terus memikirkan mimpinya di dalam bis itu. "aneh sekali,, padahal tak pernah sekali pun aku tertidur di tempat umum, ini baru pertama kali". Vera berceloteh sendiri sambil membuka pintu rumahnya. Rumahnya kosong. Kedua orang tuanya menginap di rumah pamannya untuk beberapa minggu. "ehh,, kembali sepi,, sendirian". Begitu pintu kamarnya terbuka, tas berat yang sudah lama menggantung di bahunya langsung dilemparkan tanpa ampun. Setelah itu ia bergegas ke kamar mandi, membersihkan tubuhnya dari bau anyir sekolah, ia seperti pakaian kumal dan kotor berdebu. Ketika ia membuka bajunya, ia kaget, terperangah melihat apa yang terjadi padanya. Liontin yang ada pada mimpinya itu sudah tergantung di lehernya. Vera berjingkat, "apa ini??". Ia berusaha menenangkan dirinya sendiri. Berusaha menguasai keadaan dengan tidak berpikiran macam-macam. Ia melepaskan liontin itu, dan menaruhnya di kamarnya, di bawah bantalnya. Lalu ia kembali ke kamar mandi untuk berbersih diri. Vera sudah bersih dan berbau wangi. Ia menghampiri liontin nyasar itu. Ia memperhatikan kalung itu dari segala penjuru, dan dari segala sisi. Benda itu bebentuk bulat keemasan dan terdapat gambar bunga mawar diatasnya. Dan tepat di tengah-tengah bunga mawar itu terdapat kristal biru. Vera berusaha membuka liontin itu. Tapi ia tidak mau terbuka. Akhirnya kalung itu disimpannya di laci. "sebaiknya aku tidur,,". "KRING,, KRIINNGG,, KRIIINNNGGG". Alarm berbunyi, tanda pagi sudah menjelma. Malam sudah terganti. Kini saatnya bangun dan menyambut hari yang cerah menyenangkan. Membantai seluruh tugas yang menghadang. Hari minggu bukanlah hari libur, tapi adalah hari peperangan melawan tumpukan-tumpukan kertas berisi soal-soal yang pada jaman dahulu selalu menjadi pertanyaan besar orang-orang secerdas Newton. "mengerikan,, tugas ini semakin mengerikan saja setiap minggunya,,". Vera menggerutu. Tapi itu memang sudah menjadi kebiasaannya setiap minggu. Ia bahkan sampai lupa pada liontin yang menarik hatinya kemarin. Konsentrasinya terpusat pada tugas-tugasnya. Sebenarnya ia sudah sangat frustasi. Tapi jika ia berhenti sekarang, sudah pasti ia akan dimangsa bu Ida. Guru itu sangat mengerikan. Bahkan orang yang baru pertama melihatnya pasti akan langsung keder. Ia sangat galak, lebih galak dari anjing yang menggonggong pada orang asing di luar pagar. Terlebih lagi jika ia tahu ada murid yang tidak mengerjakan tugasnya. Murid itu pasti akan binasa di tangan beliau. Bukan hanya mental yang akan diobrak-abrik bu Ida, tapi juga fisik. Biasanya para pelanggar akan disuruh lari mengitari lapangan sekolah lima kali. Hukuman ini benar-benar menghancurkan kaki-kaki mungil anak sekolahan. Mengerikan. Setidaknya Vera lumayan pandai di kelasnya. "eehh,, tugas selesai,, sekarang saatnya bersenang-senang,,". Kata Vera, ia sudah menghabiskan waktu selama tiga jam untuk tugas-tugasnya. Ia sudah merasa muak berada di hadapan kertas-kertas itu ia ingin segera pergi menemui temen-temannya. Mereka semua sekarang pasti sedang berkumpul di rumah Lia. Rumah Lia dijadikan sejenis markas untuk pertemanan mereka. Ia menaiki sepeda gunung warna merahnya. Berkecepatan tinggi. Melewati kerumunan mobil-mobil yang bertumpuk-tumpuk di perempatan lampu merah. Melewati para pedagang kaki lima yang berserakkan di pinggir jalan. Tapi terlihat aneh, tak seperti minggu-minggu biasanya. Jalanan tampak sangat hening. Jarang sekali terdengar ada percakapan. Ia tidak memperhatikannya. "Vera,,!" seseorang memanggilnya dari belakang. Suara seorang laki-laki. Vera langsung menghentikan laju sepedanya. Itu Sandi. "Vera,, mau kemana?? Sepertinya terburu-buru,,". Kata Sandi yang berdiri di sebuah halte bis. Entah apa yang sedang dilakukannya. "mau ke rumah Lia, kangen temen-temen,,". Jawab Vera. Setelah menjawab pertanyaan yang dianggapnya tidak penting itu ia kembali mengayuh sepedanya. Meninggalkan Sandi berdiri sendirian. Sampai larut malam ia bergurau dengan teman-temannya. Jika Vera sudah bertemu teman-tenanya, pasti ada saja yang dibicarakan. Apapun itu. Mereka tak mengenal waktu, apalagi jika yang mereka bicarakan adalah seorang lelaki tampan, pintar, and so pervect. Mereka semakin menggila. Gelak tawa masih terdengar meriah sampai jam sepuluh malam. Tapi orang tua Lia tidak marah atas hal itu. Mereka malah senang jika rumahnya tampak ramai. Karena memang biasanya tampak sepi. Beberapa teman Vera bahkan ada yang membawa baju ganti. Mereka berniat untuk menginap. Tapi Vera tidak bisa ikut menginap karena rumahnya tak boleh dibiarkan kosong tak berpenghuni. Itu sudah menjadi pesan orang tuanya. "prend,, aku mau pulang dulu, udah jam sebelas malam". Vera meminta izin ke teman-temannya. "iya, nggak apa-apa". "daah,,". Vera mengayuh sepedanya di bawah cahaya lampu jalanan. Sepi, hari sudah terlalu malam untuk dilalui gadis berumur tujuh belas tahun. Hanya ada suara angin malam yang dingin, membangunkan bulu-bulu di permukaan kulit. Bintang-bintang di langit bertebaran, seperti sebuah pasar malam dengan berbagai kemeriahannya yang tak dapat dijangkau oleh menusia-manusia bumi. Ketika sampai di depan rumahnya. Dalam dinginnya malam, Vera merasakan ada sesuatu yang menggantung di lehernya. Ia penasaran. Ia membuka satu kancing bajunya di pinggir jalan. "sudah malam, tidak akan ada yang melihat,,". Ternyata liontin berkristal itu lagi. "bagaimana mungkin,,?". Ia terperangah. Karena seingatnya liontin itu sudah ditaruhnya di dalam laci. Dan ia juga tak ingat sama sekali kalau memakainya. "ini aneh sekali". Gumam Vera. Liontin itu kembali bergetar, seperti dalam mimpinya. Semakin kuat guncangannya kalung itu. Tiba-tiba di langit terlihat suatu cahaya berwarna merah, merah menyala. Seperti sesuatu yang terbakar panas. Mungkin meteor. Benda itu jatuh tepat di depan Vera. Benda itu jatuh dengan sangat keras. Hingga Vera terdorong terkena hempasan benda asing itu. Asap debu mengepul mengitarinya. Terlihat sesuatu bergerak. "apa itu,,???". Vera penasaran. Dengan takut-takut ia mendekati sesuatu yang asing itu. Kepulan asap perlahan-lahan menghilang, tertiup angin malam. "itu,, itu apa, makhluk apa itu??". Vera bertanya-tanya. Makhluk itu berusaha berdiri, tapi ia terlalu kepayahan. Sepertinya pendaratannya yang tak mulus itu telah menghabiskan banyak tenaganya. "eh,, ehh,, ehhh,,". Hanya itu kata yang berhasil terucap dari bibirnya yang berdarah. Lalu ia kembali terjatuh. "apakah itu manusia??". Vera mendekatinya, perlahan namun pasti. Sekarang ia benar-benar yakin bahwa yang baru saja jatuh dari angkasa itu seorang lelaki, setidaknya seperti itulah bentuknya. Ia berambut putih pucat, dan matanya biru terang. Vera segera menghampiri lelaki yang tak berdaya itu. Lelaki itu berpakaian putih dan bercelana hitam. Pakaiannya polos tak bercorak. "sebaiknya aku segera membawanya pulang dan mengistirahatkannya, sepertinya ia sangat lemah,,". Ia membopong pemuda itu masuk ke dalam rumah dan membaringkannya di kamar tidurnya. Setelah itu ia kembali keluar untuk mengambil sepedanya. "lubang bekas ia terjatuh cukup dalam juga ternyata, beruntung jika ia tidak mati,, tapi darimana asal orang ini,,?". Kata Vera sambil menyentuh tanah bekas lelaki asing itu terjatuh. Pemuda itu tak bergerak. Ada darah yang keluar dari dahi dan bibirnya. Melihat itu Vera panik. Tak tahu harus berbuat apa. Ia menyentuhkan jarinya ke bawah hidung pemuda asing itu untuk memastikan ia masih bernapas atau tidak. "celaka,, ia tidak bernapas,, bagaimana ini,,??". Vera kebingungan. Dengan terpaksa ia melakukan sebuah napas buatan. Perlahan ia mulai mendekatkan bibirnya. Jantungnya berdebar-debar. Karena baru pertama kali ia melakukan napas buatan. Terlebih lagi ini untuk lawan jenisnya. Untuk pemuda yang dapat dibilang lumayan tampan. Bibir mereka sudah saling menempel. Vera semakin tampak kacau. "aku,, aku berciuman, bagaimana kalau pemuda ini bangun,,??". Vera kebingungan. "biarlah,, ini kedaan darurat,,". Perlahan-lahan jari-jari lelaki itu bergerak. Matanya mulai terbuka. Vera kelabakan melihat pemuda itu terbangun. Ia segera melepaskan bibirnya dari pemuda itu. "ka,, kamu,, kamu nggak apa-apa,,??". Tanya Vera. Pemuda itu tak segera menjawab. Ia tampak kebingungan dan melihat kesana-kemari. Dan Vera masih menunggu jawabannya. Akhirnya bibir manis pemuda itu terlihat mulai akan bergerak. "a,, aku dimana,,??". Suaranya lirih. Suara itu sangat lembut. "ee,, kamu ada di rumahku, di kamarku,,". Jawab Vera. "hehh,,". Ia masih tampak kebingungan. Tanpa sebab yang jelas, liontin yang tergantung di leher Vera bergetar. Vera kaget. Ia pun langsung melepaskan liontin itu dari lehernya. Begitu melihat liontin itu, tiba-tiba pemuda itu kembali pingsan. "ada apa dengan pria ini,,??". Vera bertanya-tanya. Ia kembali memeriksa pernafasan pemuda itu. "ia masih bernapas, sebaiknya aku biarkan ia tidur di sini". Kemudian Vera meninggalkan pemuda itu, dan ke kamar lainnya bersiap untuk tidur. Matahari sudah bersinar. Menggugah setiap jiwa untuk menggapai semangat juang dari sinar sang mentari. Semakin tinggi matahari mengangkasa, semakin panas pula cahayanya. Tapi hari ini mentari telah kedahuluan Vera. Ia bangun pagi-pagi sekali. Ia penasaran pada lelaki asing itu. Tapi ternyata ia belum bangun dari tidurnya yang nampak nyenyak. Sampai Vera selesai mandi dan berganti baju, pemuda itu masih tetap terlelap. "padahal aku punya banyak pertanyaan yang infinn kuajukan untuknya,,". Kata Vera kecewa. Ia sangat penasaran pada pemuda tampan itu, lebih tepatnya manis. Vera pergi ke sekolah meninggalkan pemuda tak bernama itu. Melangkahkan kaki ke tempat yang sunyi orang bodoh. Meninggalkan rasa keingin tahuan yang besar bersama pria asing yang tertidur lelap di kamarnya. "lumayan imut". Vera bergumam sendiri. Sepertinya ia tertarik pada pria itu. "Vera, kenapa matamu, kok merah,,?". Tanya Lia. "oh,, e,, aku kurang tidur semalam". Jawab Vera. "kamu masih mending kurang tidur. Tadi malem, temen-temen yang nginap nggak tidur semalaman". "kalau itu sich aku sudah nggak kaget lagi". Kata Vera. Lia melihat sesuatu, sebuah kalung yang dipakai Vera. "hei, kamu punya perhiasan baru ya,,?". Lia menggerak-gerakkan alisnya. "oh,, bukan,,". Vera mengelak. "siapa yang ngasih,,?". "emm,,". "cowok baru ya,,?". Lia memberondong pertanyaan. "eh, eh,,". Vera kesulitan menjawab seberondong pertanyaan itu."bukan cowok baru,, kalung ini aku dapat nemuin di laci". Vera berbohong. Ia yakin kalau ia bercerita yang sebenarnya, ia pasti akan dianggap kurang waras. "halah,, ngelez mulu,". Lia menyerang kembali. "nggak percayaan banget sich,,". Ia mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Menerawang jauh ke angkasa. Menyusupi tirai-tirai awan tebal yang membal. "KRING,, KRIINNGG,, KRIIINNNGGG". Bel sekolah berbunyi. Saat pulang telah tiba. Saat yang paling ditunggu oleh para pemalas kepintaran. Bel penanda sudah tiba saat untuk meninggalkan kesibukan membosankan. Kembali Vera berdiri menanti bis di halte. Berharap akan terjadi sesuatu yang luar biasa akan terjadi di harinya yang membosankan. Seperti jatuhnya pemuda yang sekarang mungkin masih tertidur di kamarnya. Tertidur seperti bayi kecil imut dan menunggu ibunya pulang. Jika ibunya telah tiba dirumah, ia nethek. Lagi-lagi Vera memandangi langit. Itu sudah menjadi kegemarannya di saat melamun. Bermain-main dengan pikiran dan awan putih tebal. Angin berhembus dengan kencang, meniupkan dingin ke leher para young lovers. Di langit tiba-tiba datang selimut awan hitam pekat. Disusul petir yang menyambar-nyambar di sana-sini. Keadaan menjadi sangat aneh. Udara juga menjadi sulit dihirup, mereka sedikit lembab. Orang-orang berjatuhan, seperti tertidur. Seperti ada yang menarik nyawa mereka untuk keluar secara berderet-deret. Tapi Vera masih berdiri. Berdiri sendirian di tengah gelimpangan-gelimpangan manusia yang entah apa sebabnya mereka berjatuhan. "ada apa ini,,?". Vera bertanya-tanya. "kenapa dengan orang-orang ini,,?". Vera semakin bingung dengan keadaan sekitarnya yang kian aneh. Ada sesuatu yang melayang di langit. Ia semakin membelalakkan matanya ke arah sesuatu yang ada di langit itu. Benda itu bersayap. "burung,,?". Benda itu mendekat dan mendekat ke arah Vera berdiri. "ha,,? Perempuan,,? Mungkinkah,,?". Vera tidak hanya kebingungan, tapi juga mulai ketakutan. Sekarang wanita itu sudah berada di depan Vera. Wajahnya cantik, rambutnya panjang berwarna biru terang, bibirnya kecil berwarna merah muda, dan kedua matanya berwarna biru menawan. Ia berpakaian putih tipis agak menerawang, dan dia memiliki sepasang sayap di punggungnya. Wanita itu melihat kalung yang dipakai Vera. Ia menunjuknya, isyarat untuk menyerahkan kalung itu padanya. Vera mengerti. Ia melepaskan kalung yang tadi bertengger di lehernya. Ia hendak menyerehkan kalung itu pada wanita atau mungkin bidadari yang melayang ringan di depannya. "JANGAN, JANGAN SERAHKAN LIONTIN ITU,,!". terdengar suara pria menggelegar dari arah belakang Vera. Seseorang sedang berlari ke arahnya. Itu pemuda yang ia selamatkan tadi malam. "dia,, apa,, ada apa ini,,?". Vera kebingungan. Ia menarik kembali kalung itu sebelum wanita di depannya menyentuhnya. Wanita itu melihat ke arah pemuda asing di belakang Vera."Agito,,!". Kata wanita itu pelan. Sekarang Vera tahu, pemuda asing itu bernama Agito. "Vera, jangan serahkan liontin itu pada Kyo,,!". Agito memekik. "Kyo,,?". Katanya lirih. "nama wanita bersayap ini Kyo,,?". "apa yang kau lakukan Agito,,?". Kyo juga berteriak. "berusaha mengbinasakan kejahatan, membinasakanmu,,!". wujud wanita itu berubah. Wajahnya menghitam, rambut dan matanya merah. Sayapnya menghitam, serta tumbuh ekor dan taring. Ia menjadi sangat menakutkan. Ia berubah menjadi seekor monster. Wanita itu terbang berkecepatan tinggi kearah Agito. Secepat kilat Kyo sudah berada di belakang Agito. Ia menendang punggung Agito sekeras-kerasnya. Pemuda itu terhempas sangat jauh, dekat dengan Vera yang berdiri kebingungan. Vera berlari ke arah Agito. Berharap Agito akan baik-baik saja. "Agi,, Agito,,! Kau baik-baik saja?". "ya,, aku baik,, sebaiknya kau menjauh dari tempat ini, amankan liontin itu,,!". Perintah Agito. "aku akan berusaha melawannya,,". "ba,, baik,,". Vera berlari menjauh. Tiba-tiba Agito berdiri. Ia seperti menahan sakit di punggungnya. Ada sesuatu di balik bajunya yang bergerak-gerak berusaha untuk keluar. Sepasang sayap putih keluar dari belakang punggungnya merobek bajunya. Ia juga mengacungkan tangan kanannya ke angkasa. Dan sebilah pedang besar jatuh dari langit tepat ke arah tangannya. Sekarang ia sudah seperti seorang petarung legenda mitologi Mesir. Agito melompat setinggi mungkin dan mulai mengepakkan sayapnya. Mereka berdua bertarung, saling memberikan pukulan, tendangan, sabetan pedang dan ilmu-ilmu semacam tenaga dalam atau mungkin sihir. Ledakan-ledakan besar terjadi di sana-sini. "sebenarnya makhluk apa mereka ini,,?". Kata Vera sambil menonton pertarungan hebat itu dari kejauhan. Ini adalah pertarungan mati-matian. Mereka berdua sudah sama-sama berdarah hebat. Tapi masih belum ada yang mau mengalah. Wanita itu kembali berdiri. Berusaha menegakkan kakinya yang terkulai lemas. Mencoba mengepakkan sayapnya. Ia kembali beraksi. Kyo terbang ke arah Agito. Ia siap mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh. Agito masih belum tersadar seratus persen. Ia sudah kepayahan. Kyo sudah berada tepat di depan Agito. "chiya,, matilah kau,, bedebah,,!". Kyo berteriak. "AGITO,,!". Vera memekik. Mata Agito terbuka. "chiyaa,,,!". Agito membanting pedang katananya menghalau serangan Kyo. Ia selamat untuk saat ini. Keduanya saling terlempar jauh. "kau,,! Menyebalkan". Kyo memekik. "sudah terlalu lama aku bermain-main, akan segera aku selesaikan,,". Kata Agito. "jangan banyak bicara,,". Agito melakukan semacam gerakan yang sulit dideskripsikan. Setelah itu ia berusaha mengangkat pedang besarnya. Ia mengayunkan pedangnya dengan seluruh tenaga terakhir yang ia miliki. Hempasannya sangat kuat. Kyo yang terkulai tak berdaya berada tepat didepannya. Ia tak bisa menghindari serangan itu. "SSSSSHHDUAAAARRRRRRRR,,,!". Tempat itu meledak dengan sangat hebat. Seperti terkena bom nuklir. Dari balik kepulan asap itu muncul bayangan hitam. Itu adalah jelmaan Kyo. Bayangan itu melayang-layang di angkasa. "Agito,,! Tunggu pembalasanku, ini belum berakhir,,! Suatu saat aku akan medapatkan liontin itu, lalu akan kuhancurkan Virgon". Teriak Kyo. Bayangan itu melayang semakin tinggi dan semakin tinggi sampai akhirnya ia menghilang. Vera berlari ke arah Agito. Ia ingin menanyakan banyak hal yang sudah menggenggunya sangat lama. "Agito,, sebenarnya apa yang sebenarnya terjadi,,? Apa itu Virgon?". Tanya Vera. "semakin sedikit yang kau ketahui, itu akan semakin baik, yang penting jagalah liontin itu. Jangan sampai liontin itu berada di tangan orang lain. Pada siapapun juga, jangan pernah. Demi keselamatanmu". Wajah Agito tampak sedikit sendu. Setelah berkata seperti itu Agito mengepakkan sayapnya, meninggalkan Vera bersama liontin dan rasa penasaran yang tinggi. Ia terbang jauh tinggi ke angkasa yang kuas. Ia lenyap. Langit kembali menjadi cerah. Orang-orang terbangun dari tidurnya. Bekas-bekas pertarungan itu menghilang tanpa jejak. Semua kembali normal. Aneh, orang-orang berperilaku seperti biasa. Seperti tak terjadi apa-apa. "apakah ini mimpi? Tapi liontinnya masih aku genggam,,?" Kini Vera merasa sangat bingung. Dari kejadian itu hanya liontin itulah yang tersisa. "hanya benda ini, saksi bisu tentang seluruh kejadian aneh hari ini". Kini Vera memiliki banyak bahan untuk ia pikirkan. Dan untuk dicari kebenarannya. Semuanya adalah misteri. Mungkin misteri yang takkan pernah ada jawabannya. Dunia ini memang aneh, sulit membedakan yang benar dan yang salah. Pengarang: Angga_BLC- 16 thn 11, juni 1995

Jumat, 24 Februari 2012

esai film 2012

SAAT DUNIA DINYATAKAN HANCUR

Film -2012-

Segala sesuatu yang hidup suatu saat pasti akan mati, sesuatu yang tidak ada suatu saat akan ada, dan sesuatu yang tidak terlihat suatu saat pasti akan terlihat. Itulah konsep alam semesta yang belum ada penjelasan logisnya. Maka sudah pasti konsep itu berlaku juga pada manusia. Tak peduli harta, derajat dan pangkat jika sudah datang panggilan yang maha kuasa maka tidak bisa tidak, ia harus memenuhi panggilan tersebut. Begitu pula bumi, bumi juga bernyawa. Maka ia juga menanggung sebuah konsep yang tak logis. Suatu saat ia akan HANCUR.

Film 2012 menggambarkan keadaan bumi di masa kehancurannya. Sebagaimana telah di simpulkan oleh beberapa orang berdasarkan penanggalan suku Maya yang berakhir pada tanggal 12 bulan 12 tahun 2012. Dampak film ini bisa menjadi negatif dan juga positif, tergantung cara kita menyikapi film ini. Banyak pendapat dan spekulasi tentang film 2012. Terserah kita mengikuti yang mana. Jika kita melihatnya sebagai suatu kenyataan yang pasti terjadi di tahun 2012, sudah pasti kita akan ketakutan untuk melakukan apapun. Sehingga hidup kita akan penuh kesia-siaan. Tidak berguna. Tetapi jika kita menanggapinya sebagai gambaran kasar sebagai kiamat karangan manusia, lalu bagaimana yang karangan tuhan pasti akan lebih-lebih-lebih-lebih menegangkan. Dan kita berusaha untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menghadapinya sesuai dengan syariat agama, maka kita pasti bisa terhindar dari kengerian dunia seperti ini. Lagipula sudah dikatakan dalam al-qitab bahwa orang-orang yang beriman tudak akan menemui kiamat. Karena mereka yang beriman akan dimatikan sebelum kiamat terjadi. Jadi tak perlu takut, hanya kita harus mempersiapkan diri untuk menghadapinya.

"Penghancuran Bumi" pasti kata itulah yang terbesit dalam benak setiap orang yang telah menonton film 2012 ini. Bumi hancur diawali dengan bencana-bencana kecil lalu merambah semakin besar dan besar. Dan di saat seperti itu orang-orang mulai kehilang akal sehat, mereelka panik, putus asa dan menyerah pada keadaan dan nasib mereka, bahkan seorang presiden Amerika, ia hanya berdiam diri di dalam gereja. Padahal ia masih bisa berusaha menyelamatkan dirinya. Tetapi di antara orang-orang ini ,masih ada orang-orang yang berusaha berpikir jernih dan berusaha menghindari setiap bencana yang ada, tidak mudah menyerah. Dan mereka juga mengajak orang lain untuk mencari keselamatan bersama. Memang, jangan sampai kita menyerah, karena dengan menyerah berarti kita telah kalah. Lalu pada akhir cerita film tersebut, orang-orang yang berusaha ini akhirnya bisa menyelamatkan diri. Itulah hasil untuk sebuah kerja keras. Keberhasilan selalu berasal dari usaha dan kerja keras.

Jika diteliti dengan sungguh-sungguh. Sebenarnya film 2012 bukanlah film tentang kiamat, tetapi tentang bencana alam yang maha dahsyat. Karena yang namanya kiamat adalah hari penghancuran semua makhluk. Akan tetapi dalam film ini setelah bencana terbesarnya ternyata ada orang yang bisa menyelamatkan diri. Jadi selama ini orang-orang telah salah menilai bahwa ini adalah film tentang kiamat.

Kemampuan sutradaranya memang luar biasa. Karena menurut kabar, film ini sebenarnya hanya dibuat pada sebuah gudang studio kecil. Akan tetapi efeknya sangat mengagumkan, benar-benar tampak nyata. Seperti saat terjadinya adegan letusan gunung berapi, di situ benar-benar tampak tempat yang luas yang kemudian segera tertutupi oleh asap pekat abu vulkanik. Sungguh sangat mengesankan. Perfecto.

Kiamat-akhir dunia- masih menjadi tanda tanya besar, tak ada yang tahu kapan kedatangannya, seperti apa rupanya, berapa lama berlangsungnya. Tak ada yang tahu. Hanya tuhan yang tahu dan dengan kuasa-Nyalah semuanya terjadi. Jadi janganlah berhenti berharap, berusaha dan bekerja keras, karena jika semua itu digabungkan pasti akan menghasilkan sebuah keberhasilan.

Angga Ika W.
BLC

esai cerpen misi kuping oranye

(Hidup Butuh Misi)
10, februari 2012

hari ini, kami sekelas diperintahkan untuk membuat sebuah karangan tentang cerpen kakak kelas kami yang bernama Rosandra. Yaitu "Misi Kuping Oranye". Sebenarnya aku kesulitan untuk kegiatan-kegiatan mengarang seperti ini. Tapi aku harus bisa. Pelan tapi pasti. Aku mulai,,

-Misi Kuping Oranye-

Misi Kuping Oranye (MKO) yang dibuat oleh Rosandra ini cukup nengesankan, karena ceritanya yang bertemakan cinta masih bisa menghdirkan beberapa hal yang bisa dibilang lucu. Ia (Rosandra) berhasil mengungkapkan bahwa sesuatu yang kita inginkan pasti membutuhkan pengorbanan. MKO dibuat dengan gaya yang tak biasa, mungkin lebih tepatnya unik. Ia menggunakan gaya bahasa yang sederhana sehingga mudah dipahami. Tetapi tetap bisa menmberikan gambaran yang kuat.

Wil, Wiloni sebagai tokoh utama digambarkan sebagai perampuan yang tomboi, tetapi dibalik ketomboiannya ternyata ia memiliki berbagai kemampuan-kemampuan seorang feminin, seperti memasak dan merajut. Dan sampai pada suatu ketika ia mersakan indahnya jatuh cinta pada seorang pria yang dijumpainya di bis reyot. Ia menjulukinya "kuping oranye". Untuk mewujudkan launching cintanya yang pertama, ia membuat sebuah catatan yang dinamai "misi kuping oranye". Misi ini akan dituntaskannya dalam waktu tujuh hari. Tetapi nampaknya nasib berkata lain. Misi dari hari pertama sampai keenam gagal total karen sebuah sariawan yang menyiksa. Wil menjadi gagu'. Namun pada hari ketujuh Wil berprinsip hari ini atau tidak sama sekali. Namun saat akan memulai, seorang ibu hamil tiba-tiba masuk, ia kebingungan mencari tempat duduk, sehingga Wil merelakan tempat duduknya. Ibu hamil itu bernama tante Chandre.

Ibu hamil itu tiba-tiba mengerang-eranf kesakitan. Langsung saja kuping oranye dan bocah sariawan membawanya ke rumah sakit dengan taksi yang sudah dihentikan oleh kernet bis.

Setelah sang bayi keluar, tante Chandre bercakap-cakap dengan kedua remaja itu. Dan dari percakapan itu Wil tahu nama kuping oranye adalah Tristan, tapi biasa dipanggil Atan.

Dalam perjalanan pulang. Wil ditelepon orang tak dikenal, ternyata Atan. Ia memerintahkan Wil untuk memeriksa tasnya. Ternyata didalamnya ada buku catatan Wil yang sudah seminggu hilang. Pada sebuah halaman ada sebuah catatan baru yang intinya Atan telah membaca misi Wil. Dan Atan menerima Wil dengan menulis misi" bocah sariawan".

Mungkin seperti itulah cerita yang disamapikan pengarang. Ia mengakhiri ceritanya bukan dengan sebuah pertemuan yang romantis, tetapi hanya dengan sebuah buku catatan berisi sebuah misi.

Cerpen MKO ini memberikan kesan menarik, konyol, seru, romantis, penuh motivasi dan inspirasi (begitulah kata teman-temanku yang sudah membacanya). Ia bercerita tentang masa muda yang penuh tantangan yang menegangkan sekaligus menyenangkan. Seperti saat Wil hendak mendekati kuping oranye. Dalam hatinya berkecamuk perang armagedon tetapi ia juga merasakan sebuah kegembiraan sebesar planet Yupiter di saat bersamaan. Ia juga menyampaikan pada para pembaca bahwa hidup ini harus terncana. Tak peduli rencana itu berjalan dengan baik atau tidak, berhasil atau tidak, yang penting kita sudah berusaha sebaik mungkin. Karena keputusan terakhir tetap di tangan tuhan. Dalam hidup kita harus membuat rencana yang benar-benar matang agar tingkat kesuksesannya tinggi. Tanpa perencanaan sudah pasti hidup kita berantakan. Orang yang sudah memiliki rencana saja terkadang masih menemui kegagalan, apalagi orang yang tidak terancana, sudah pasti akan hancur.

Begitu pula dalam urusan cinta. Agar hubungan yang kita inginkan berhasil kita membutuhkan sebuah perencanaan. Seperti dalam cerpen MKO ini. Diceritakan bahwa Wil untuk mendekati Atan, ia membuat sebuah misi yang akan dilakukannya selama tujuh hari. Dan pada hari pertama sampai hari ketujuh misi itu gagal total, tetapi ia tidak menyerah. Sehingga pada bagian akhir ceritanya mereka bersatu.

Ini memotivasi kita agar tidak mudah putus asa. jangan mudah menyerah pada hal-hal sepele. Harus tetap semangat. Selain itu kita juga harus saling menolong pada sesama. Seperti dicontohkan Wil dan Atan yang rela tidak masuk sekolah untuk menolong ibu hamil dan membawanya ke rumah sakit.

Jadi kesimpulannya. Cerpen ini excellent, lumayan excellent.

ANGGA IKA W.
BLC

esai film di bawah lindungan ka'bah

-Tempo dulu yang kolot-

DI BAWAH LINDUNGAN KA'BAH- Bunya Hamka

Religi adalah kehidupan keagamaan. Agama sangat dibutuhkan dalam kehidupan setiap menusia sebagai pedoman. Tetapi semua tetap ada batas-batas dan juga kebebasannya.

Di Bawah Lindungan Ka'bah (DBLK) adalah film berlatar belakang religi tempo dulu, dimana masyarakat-masyarakat pada masa itu masih bersifat kolot atau konservatif dan masih menjunjung tinggi nilai adat dan syariat islam. Film tentang percintaan antara Hamid dan Zaenab ini benar-benar bisa membuat orng yang menontonnya tersedu sedan karena filmnya yang memang mengharukan. Ada dua bagian mengharukan dalam film ini. Yang pertama saat Hamid dibuang keluar dari kampung karena caranya dalam menolong Zaenab yang dianggap kurang sopan menurut masyarakat. Yang kedua, ketika Hamid berada di Ka'bah, kemudian ia meninggal, sedangkan Zaenab sendiri juga meniggal di Padang karena sakitnya yang datang setelah ditinggal Hamid. Keduanya meninggal disaat yang bersamaan.

Dalam film ini dijelaskan tentang sulitnya sebuah ilmu untuk ditempuh, sehingga hanya orang-orang yang terbaik saja yang bisa lulus. Di dalam kelas Hamid misalnya, di kelasnya saja dari sekitar dua puluh siswa yang dikatakan lulus hanya tiga orang. Bandingkan dengan keadaan zaman sekarang. Bagaimana jika ada sebuah sekolah yang muridnya hanya lulus tiga orang, mereka pasti akan sangat malu. Maka sekolahan dengan cara apapun, tak peduli halal haram, pasti berusaha untuk meluluskan siswanya seratus persen. Seperti inilah keadaan lingkungan pendidikan kita. Akibatnya banyak orang yang memilki gelar sarjana, tetapi sebenarnya ia tidak mempunyai kemampuan di bidangnya. Inilah ironi pendidikan di negeri kita. Penuh kepalsuan.

Ia juga bercerita tentang ketulusan seorang ibu kepada anaknya. Sehingga setiap upah yang diterimanya selalu dibelikannya emas, itu diperuntukan bagi anaknya kelak. Ia rela bekerja kepada seorang kyai walaupun tubuhnya sudah tua dan sering sakit-sakitan, demi sekolah anaknya. Ia rela, ia ikhlas. Benar-benar bukti ketulusan dari seorang ibu sampai di usia tuanya. Ibu adalah orang yang merawat kita, ia yang menjaga kita saat kita dirundung masalah. Ia adalah orang yang bisa memasak makanan kesukaan kita. Ibu adalah orang penting dalam hidup kita, maka hormatilah ibu. Seperti dalam sunah nabi, ketika beliau ditanya tentang siapa orang yang harus dihormati. Dan beliaupun menjawab "ibu" sampai tiga kali dan baru yang keempat "bapa'". Ini membuktikan tingginya derajat seorang ibu. Hal ini wajar karena menjadi seorang ibu memang sangatlah berat, mereka harus membawa kita selama kurang lebih sembilan bulan lamanya, serta sulitnya proses persalinan. Ia juga harus menyusui kita, memberikan apa yang kita mau, dan mereka menangis di malam hari agar kita tidak tahu. Untuk meratapi sulitnya hidup. Jadi sudah kewajiban kita untuk mmbahagiakannya, tidak hanya menyulitkannya.

Dalam film ini terdapat berbagai kejanggalan, seperti dalam adegan Zaenab yang yang berlari-lari di pinggir pantai. Terlihat tawa Zaenab yang tampaknya dipaksakan. Kemudian saat Hamid dan Zaenab bermain hujan di pasar. Dengan tiba-tiba ada anak-anak yang bermain-main mengitari mereka, jika benar-benar diperhatikan itu sungguh tidak logis. Bayangkan saja, saat mereka berdua bermain-main tiba-tiba saja ada anak-anak, tanpa sebab yang jelas mereka mengelilingi Hamid dan Zaenab. Aneh. Lalu adanya produk-produk abad dua puluhan, seperti Gary Chocolatos, kacang atom dan garing merk Garuda. Padahal sudah pasti produk-produk makanan seperti itu belum ada pada masa itu. Tampak sutradara yang memaksakan untuk menghadirkan produk-produk sponsor, ini menyebabkan hilangnya kekhidmatan penonton dalam menyaksikan film DBLK.

Itulah sekelumit hal tentang film DI BAWAH LINDUNGAN KA'BAH.

Angga Ika W.
BLC

Jumat, 27 Januari 2012

lahirnya HANUMAN

Kisah Kelahiran Hanuman
Oleh : Angga Ika W.

Resi Gautama yang sangat khusyuk dalam beribadah sedang bertapa di Gunung Sukendra. Karena kekhusyukannya dalam beribadah, ia dianugrahi sesosok bidadari cantik dari khayangan yang bernama Dewi Windradi. Kemudian dari pernikahan itu lahirlah tiga orang anak, yaitu Guwarsa, Guwarsi, dan Ratna Anjani. Waktu terus berlalu, anak-anak dari seorang Resi dengan bidadari itu semakin dewasa. Dan Dewi Windradi baru teringat pada sebuah Cupu, Cupu Manik Astagina, yang berisikan air kehidupan atau Tirta Perwitasari atau air permata mendung. Ia memiliki cupu itu karena ia pernah menjadi kekasih Bathara Surya atau Dewa Matahari. Hadiah itu di berikan karena Bathara Surya sangat mencintai Dewi Windradi. Dan Bathara Surya berpesan kepada Dewi Windradi agar ia tidak menunjukkan apalagi memberikan Cupu itu pada siapapun.
Dewi Windradi memberikan Cupu Manik Astagina itu kepada putrinya, yaitu Ratna Anjani. Kamudian secara tak sengaja Ratna Anjani mengangkat Cupu Manik Astagina itu ke arah matahari seketika ia melihat seisi jagad raya melalui Cupu Manik Astagina itu. Sayangnya kejadian itu dilihat oleh Guwarsa dan Guwarsi. Karena kejadian itu terjadilah perebutan antara tiga anak tersebut. Mendengar keributan itu, meledak-ledaklah amarah Resi Gautama. Sehingga ia mengutuk Dewi Windradi menjadi patung dan ditendangnya patung itu hingga jatuh di hutan Dandala, yang kemudian menjadi Telaga Sumala. Setelah itu Resi Gautama menendang Cupu Manik Astagina dan jatuh di negeri Ayodyapala yang kemudian menjadi Telaga Nirmana. Tanpa berpikir panjang Guwarsi dan Guwarsa mengejar ke arah jatuhnya Cupu Manik Astagina itu, dikuti oleh Ratna Anjani di posisi paling belakang. Guwarsi yang sampai lebih dahulu di Telaga Nirmana, Tanpa berpikir lagi langsung terjun kedalam telaga. Guwarsa tiba setelah itu langsung ikut terjun ke dalam telaga. Tak dikira-kira, mereka berdua menjadi kera. Belum mereka sadari apa yang terjadi pada diri mereka. Mereka saling melihat satu sama lain, dan saling mengolok-olok. Lalu akhirnya mereka sling melihat diri sendiri. Dan menyadari bahwa diri mereka telah berubah menjadi kera.
Lalu Guwarsa dan Guarsi hendak mengingatkan Ratna Anjani agar tidak menyentuh air telaga itu. Namun sudah terlambat, Ratna Anjani telah membasuh muka dengan air telaga itu, seketika itu pula Ratna Anjani berubah menjadi seekor kera. Karena menyesal dan kasihan, Resi Gautama memberikan beberapa cara agar mereka bisa kembali seperti semula. Guarsa dan Guarsi diberikan ilmu Danasona yang merupakan awal dari bala tentara peperangan yang berupa seratus ekor kera. Dan Ratna Anjani harus melewati rintangan yang sangat berat yakni bertapa dengan mengapungkan tubuhnya di sebuah telaga tanpa makan dan minum apapun, kecuali yang jatuh ke mulutnya.
Suatu saat ada seorang dewa yang jatuh cinta pada Ratna Anjani. Kemudian ia menjatuhkan sehelai daun, dan sampailah daun itu pada mulut Ratna Anjani. Lalu pada suatu malam, dengan diterangi oleh bulan purnama yang sangat terang, lahirlah seekor (mungkin seorang) bayi kera. Perut Ratna Anjani waktu itu bersinar sangat terang, mengalahkan sinar rembulan. Dan kemudian bayi kera itu diberi nama HANUMAN.

NB:
     Hanuman dijadikan anak angkat oleh para dewa sehingga ia memliki berbagai kesaktian.

drama

Ketika hujan turun
Adegan I:
          Di rumah: panggung pertunjukkan menggambarkan ruang tengah sebuah rumah yang sederhana dan kecil. Ada beberapa kursi kayu dan satu meja kecil bersandingan dengan tembok. Didalam ruangan ini terdapat tiga orang, satu laki-laki dan satu perempuan sebagai orang tua, serta satu laki-laki lagi sebagaianak. Dengan waktu sekitar ba’da ashar.
Bu Wage:   Yatno sudah besar. Apalagi inikan malam minggu. Mungkin dia punya  acara dengan teman-temannya. Atau mungkin dia sudah pacaran, pak. (dengan nada sedikit memanja berjalan kea rah Pak Wage).
Pak Wage:  Apalagi untuk pacaran. Kalau mau pacaran kerja dulu. Biar dia tidak minta uang pada bapaknya. Orang miskin kok pacaran. Dasar bocah nakal. (berjalan menghindari Bu Wage).
Bu Wage:   Tapi, kan sudah besar. Sudah wajar. Apa nggak boleh orang melarat pacaran? (ngeyel)
Pak Wage:  Tidak,,tidak,,tidak! (semakin keras) pokoknya tidak! Apalagi untuk pacaran. Aku (jeda) narik becak bukan untuk orang pacaran. Pokoknya tidak! Titik! (wajah Pak Wage memerah)
            Narrator:
Bu Wage yang mengalah bergegas meninggalkan Pak Wage. Lalu ia membawa ayam ke tetangga sebelahuntuk dijual. Lalu uang hasil penjualan itu diberikannya kepada Yatno. Setelah mendapatkan apa yang dia mau, Yatno pun segera pergi dengan dandanan yang rapid an sedikit bau wangi. Ketika Pak Wage tetap diam saat tahu ayamnya hilang seekor.
Hari menjelang maghrib, Pak Wage yang akan pergi mengayuh becak tidak menghiraukan Bu Wage yang sedang duduk-duduk menambal baju.
Pak Wage:            Dari pada cuma berdiam diri di rumah, lebih baik aku narik becak. (diucapkan dengan pelan dan wajah tanpa ekspresi)
Adegan II:
          Di serambi gedung bioskop: panggung menunjukkan di depan sebuah gedung yang di tengahnya terdapat lorong dengan tempat duduk berjajar-jajar disampingnya. Di ujunglorong terdapat sebuah jam, dan di dinding-dindingnya terdapat poster-poster film. Serta terdapat pos keamanan di bagian luar lorong.
                 Narrator:
Dan hujan pun mulai turun, di malam yang semakin larut. Seperti para tukang becak lainnya Pak Wage yang duduk-duduk di dalam becak, menunggu para penumpang keluar dari gedung bioskop, dengan ditemani sebatang rokok. Di saat hujan seperti ini, sebatang rokok terasa sangat berharga. Ia menimbang-nimbang rokok keduanya karena rokok pertamanya telah gabis.
Pak Wage:            Yah,,, hujan turun semakin deras saja.
Narrator:
Melihat beberapa tukang becak telah masuk ke ruang tunggu bioskop. Pak Wage pun ikut turun dan memasang tirai plastic di becaknya lalu ia berlari ke gedung bioskop. Ia dan beberapa tukang becak lain mondar-mandir melihat poster film. Harga karcis terasa begitu mahal untuk ukuran tukang becak
Pak Wage:  Hmmm,, kapan aku bias menonton film di bioskop ini?? Ahh,, masih baik aku bias melihat posternya.
Narrator:
Pintu teater satu dan tiga terbuka. Para penonton berduyun-duyun keluar. Terjadi tawar-menawar singkat. Tak ada yang tak kebagian penumpang. Masih ada teater dua dan empat yang belum bubar.
Tiga kali adegan Pak Wage mengantar penumpang.
Sudah tiga kali Pak Wage mengantar penumpang. Masih ada teater dua dan empat yang belum bubar.
Pak Wage:  Masih ada dua teater yang belum bubar,, berarti masih ada beberapa lembar ribuan yang akan masuk kantong. Aku harus bergegas,, (sambil mempercepat laju becaknya).
Sampailah Pak Wage di gedung bioskop lagi.
Pak Wage:  Becak mas,,? Kemana sih? (lansung bertanya).
Seorang:     Jalan Jal’an mas,,
Pak Wage:  Empat ribu saja mas.
Narrator:
Tanpa menawar, pasangan tersebut langsung naik. Setelah selesai mengantar pasangan itu Pak Wage berniat pulang. Tetapi hatinya masih ingin kembali ke gedung bioskop itu.
Di depan bioskop.
Si Gadis:             Ayo pulang,,!
Yatno:        Nanti saja kalau hujannya reda.
Si Gadis:             Sampai kapan?
Pak Wage tiba.
Si Gadis:             Itu becaknya sudah dating. Kalau mas nggak punya uang biar aku yang bayar (sambil menarik tangan Yatno ke arah Pak Wage)
Narrator:
Dengan sigap Pak Wage langsung membuka tirai plastic becaknya, dan pasangan itu langsung melompat ke dalam becak.
Pak Wage:  (sekilas melihat wajah pasangan itu). Yatno,,! (dengan bergumam, ia segera menguasai diri)
Si Gadis:    Kok diam saja mas?
Yatno:        Eggak apa-apa. (kikuk)
Si Gadis:    Marah yam as?
Yatno:        Enggak. (kikuk)
Si Gadis:    Ya jangan diam gitu dong,,!
Narrator:
Sambil mengayuh becak, Pak Wage tersenyum, ada perasaan bangga, namun ada kepedihan menusuk ketika melihat Yatno tidak mengenali bapaknya sendiri. Mungkin ia malu punya bapak tukang becak.